Menyambut Kedatangan Google Loon 2016


Pada akhir Oktober 2015 lalu Google bersepakat dengan beberapa perusahaan telekomunikasi untuk menerapkan teknologi Project Loon di Indonesia.  Walaupun cukup banyak diberitakan diberbagai media, namun gaungnya belum terlalu terasa, mungkin karena proyek ini baru akan hadir paling cepat pada pertengahan 2016.  Proyek ini adalah salah satu proyek ambisius yang dikeluarkan oleh Google yang diharapkan dapat mempercepat terbukanya akses internet ke banyak daerah di Indonesia.

Teknologi ini secara ringkas adalah dengan menerbangkan balon yang membawa transceiver sebagai pengganti BTS konvensional yang menggunakan menara tower.  Penggunaan balon sebagai pengganti BTS ini secara terbatas telah dikembangkan oleh Space Data Corp untuk memberikan koneksi pada truk-truk dan perusahan minyak di selatan Amerika Serikat.  Pada tahun 2008 Google mengakuisisi perusahaan ini dan mengembangkannya di bawah Google X, sebuah divisi dari Google yang bertugas mengembangkan teknologi-teknologi terbaru.  Percobaan-percobaan awal dilakukan mulai 2011 di Central Valley, California, dan baru pada 2013 teknologi ini diumumkan secara resmi menjadi salah satu  proyek yang dikembangkan Google.  Dan setelah itu Google terus melakukan percobaan yang bersifat percontohan secara simultan, dimulai dengan peluncuran 30 balon di Tekapo, Selandia Baru.


Teknologi ini secara teoritis sangat sederhana, namun begitu tidak berarti teknologi ini mudah untuk dilaksanakan.  Balon ini selain membawa transceiver telekomunikasi,  untuk mendukung fungsinya juga membawa panel surya beserta penyimpan dayanya.  Balon ini juga dilengkapi berbagai perangkat sensor dan system pengendali, termasuk system pompa untuk mencapai dan menjaga posisinya.  Untuk membantu pendaratan atau apabila mengalami masalah, balon ini dilengkapi dengan sistem parasut.

Balon yang dibuat oleh perusahaan Raven Aerostar ini mempunyai diameter 15 meter dengan tinggi 12 meter.  Balon ini diluncurkan untuk mencapai ketinggian 18.000 - 25.000 meter, yaitu pada lapisan stratosfer.  Pada ketinggian ini kecepatan angin dan turbulensi udara relatif dapat diatasi dengan kendali balon, dan tentu saja dengan ketinggian ini cukup jauh dari lalu lintas udara pada umumnya.  Material utama yang dipergunakan untuk membuat balon terdiri dari plastik Polyetilen dengan ketebalan 0,076 mm.  Walaupun lapisan balon ini terlihat tipis namun sanggup menahan tekanan gas helium didalamnya, dan diklaim dapat bertahan selama lebih dari 100 hari di atmosfer.


Dalam prakteknya balon ini diluncurkan dalam jumlah yang disesuaikan dengan cakupan komunikasi yang diharapkan, sebagai catatan dalam satu cakupan bisa diluncurkan puluhan hingga ratusan balon.  Untuk menjalankan fungsinya sebagai pengganti BTS yang mengapung tinggi di lapisan stratosfer, balon ini membawa sistem radio dan antena buatan Ubiquiti Networks dengan type Rocket M2.  Sistem radio berfrekwensi 2.4 dan 5.8 GHz ini dipergunakan untuk menghubungkan jaringan data,  baik antar balon maupun dengan BTS sentral yang berada di permukaan bumi.



Untuk mendukung koneksi jaringan balon ini dengan system internet, di Indonesia Google bekerjasama dengan Xl Axiata, Indosat dan Telkomsel.  Project Loon di Indonesia ini disebutkan hingga saat ini menjadi proyek balon Google yang terbesar dan diharapkan menjadi salah satu solusi praktis untuk memberikan cakupan koneksi telekomunikasi untuk Negara Indonesia yang secara geografis terdiri dari ribuan pulau.

Mari kita tunggu dan kita sambut kehadiran Google Loon 2016.

(Dirangkum dari berbagai sumber)  






      
Share on Google Plus

About musna

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar